Makalah Demam Berdarah Dengue (DBD)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Indonesia merupakan salah satu
negara yang beriklim tropis. Iklim tropis ini hanya memiliki dua musim yaitu
musim penghujan dan juga musim kemarau. Disaat adanya pergantian musim kemarau
ke musim penghujan merupakan waktu dimana terjadinya perkembangbiakan nyamuk.
Selama ini kita pasti tahu dengan yang namanya nyamuk bahkan nyamuk dan manusia
hidup berdampingan tanpa batas, namun dari berdampingannya hidup manusia dan
nyamuk bukan sebuah keuntungan bagi manusia malah menjadi kerugian yang sangat
besar bagi manusia karena nyamuk ini dapat membawa sebuah waba penyakit yang
berbahaya bagi manusia, meskipun jumlah nyamuk itu tidak sebanyak manusia tapi
keberadaan nya bisa membunuh banyak manusia dengan penyakit yang dibawanya.
Di dunia terutama di indonesia
banyak hidup berbagai jenis nyamuk yang berbahaya seperti nyamuk Aedes aegypti,
Aedes albopictus, Aedes Africanus, Anopheles dan lain-lain. namun nyamuk yang
paling berbahay dan banyak ditemukan disekitaran lingkungan masyarakat adalah
nyamuk aedes aegypti, nyamuk ini mempunyai siklus hidup yang unik dari jenis
nyamuk yang lainnya karena nyamuk ini hanya bisa bertelur di air yang jernih
dan air yang tidak beralaskan tanah.
Nyamuk aedes aegypti ini merupakan
nyamuk penyebab penyakit demam berdarah dengue (DBD). Penyakit DBD ini
merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya
dari tahun ke tahun terus meningkat dan penyebaran nya pun semakin luas karena
penyakit ini mempunyai perjalanan yang sangat cepat dalam penularan nya dan
penyakit ini sering menjadi fatal karena banyak penderitanya meninggal akibat
penanganannya terlambat.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana
menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan
darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.Penyakit ini banyak ditemukan
didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di
seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000
meter di atas permukaan air laut.
Ketidak tahuan masyarakat terhadap
penyakit menjadi salah satu penyebab dari banyak nya orang yang menderita
penyakit DBD ini, banyak masyarakat yang tidak mengetahui cara penanggulangan
penyakit DBD ini, dan berpikir jika nyamuk aedes aegypti ini hanya nyamuk biasa
yang tidak membawa penyakit, kemudian paradigma masyarakat yang masih menganut
paradigma sakit padahal untuk penyakait seperti DBD ini kita harus bisa
menerapkan paradigma sehat karena salah satu mencengah penyakit ini agar tidak
terjangkit yaitu dengan cara pencegahan ditambah lagi nyamuk aedes aegypti yang
menjadi pembawa penyakit ini tumbuh subur di Indonesia.
Berdasarkan hal diatas maka penulis
berinisiatif untuk membuat makalah tentang Demam Berdarah Dengue agar
masyarakat bisa lebih tahu tentang penyakit ini, cara penularan penyakit ini
dan bagaimana menanggulangi penyakit ini, agar penyakit ini tidak menyebar luas
dan tidak menjadi masalah besar di masyarakat.
B.
Rumusan
masalah
Adapun
yang menjadi rumusan masalah dalam pembahsan makalah ini adalah
1. Apa
yang dimaksud DBD?
2. Apa
yang menjadi agen penyakit DBD?
3. Bagaimana
mekanisme terjadinya penyakit DBD?
4. Bagaimana
tanda dan gejalah penyakit DBD?
5. Apakah
klasifikasi penyakit DBD?
6. Bagaimana
pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
apa yang dimaksud dengan penyakit DBD
2. Mengetahui
agen penyakit penyebab penyakit DBD
3. Mengetahui
mekanisme terjadinya penyakit DBD
4. Mengetahui
tanda dan gejalah penyakit DBD
5. Mengetahui
cara pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah
atau demam dengue (disingkat DBD) adalah infeksi
yang disebabkan oleh virus
dengue. Nyamuk
atau beberapa jenis nyamuk menularkan (atau menyebarkan) virus dengue. Demam
dengue juga disebut sebagai "breakbone fever" atau "bonebreak
fever" (demam sendi), karena demam tersebut dapat menyebabkan penderitanya
mengalami nyeri hebat seakan-akan tulang mereka patah. Sejumlah gejala
dari demam dengue adalah demam;
sakit kepala; kulit kemerahan yang tampak seperti campak;
dan nyeri otot
dan persendian.
Pada sejumlah pasien, demam dengue dapat berubah menjadi satu dari dua bentuk
yang mengancam jiwa. Yang pertama adalah demam berdarah, yang menyebabkan
pendarahan, kebocoran pembuluh darah
(saluran yang mengalirkan darah), dan rendahnya tingkat trombosit
darah (yang menyebabkan darah membeku). Yang kedua adalah sindrom renjat
dengue, yang menyebabkan tekanan darah rendah
yang berbahaya.
B.
Vektor
Demam Berdarah Dengue
1. Morfologi dan daur hidup vektor DBD
Vektor utama penyakit DBD di Indonesia adalah nyamuk A. aegypti sedangkan A. albopictus dianggap vektor potensial. Nyamuk ini mengalami metamorfosis yang sempurna mulai dari telur menetas menjadi jentik (larva), kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa. Telur, diletakkan menempel pada dinding bagian dalam, tempat perindukan di atas permukaan air. Jumlahnya antara 100-300 butir, ukuran 0,5 mm, hitam seperti sarang tawon, telur dapat bertahan pada suhu -2°C hingga 42 °C, lama menetas beberapa saat setelah kena air, hingga 1-2 hari setelah berada di air. Jentik terdapat di air mengalami empat stadium pertumbuhan yang ditandai dengan pergantian kulit. Pada pergantian kulit berubah menjadi kepompong, umur rata-rata pertumbuhan jentik sampai menjadi kepompong antara 7-15 hari. Kepompong terdapat dalam air, menetas dalam 1-2 hari, nyamuk jantan menetas lebih dulu dari nyamuk betina. Nyamuk jantan berumur lebih pendek daripada nyamuk betina (±1 minggu), makanannya cairan buah-buahan atau tumbuh-tumbuhan, serta terbang tidak jauh dari perindukannya. Nyamuk betina umumnya berumur lebih panjang dan perlu untuk menghisap darah untuk pertumbuhan telurnya setiap 2-3 hari. Jarak terbang aktif kurang lebih 50 meter.
Vektor utama penyakit DBD di Indonesia adalah nyamuk A. aegypti sedangkan A. albopictus dianggap vektor potensial. Nyamuk ini mengalami metamorfosis yang sempurna mulai dari telur menetas menjadi jentik (larva), kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa. Telur, diletakkan menempel pada dinding bagian dalam, tempat perindukan di atas permukaan air. Jumlahnya antara 100-300 butir, ukuran 0,5 mm, hitam seperti sarang tawon, telur dapat bertahan pada suhu -2°C hingga 42 °C, lama menetas beberapa saat setelah kena air, hingga 1-2 hari setelah berada di air. Jentik terdapat di air mengalami empat stadium pertumbuhan yang ditandai dengan pergantian kulit. Pada pergantian kulit berubah menjadi kepompong, umur rata-rata pertumbuhan jentik sampai menjadi kepompong antara 7-15 hari. Kepompong terdapat dalam air, menetas dalam 1-2 hari, nyamuk jantan menetas lebih dulu dari nyamuk betina. Nyamuk jantan berumur lebih pendek daripada nyamuk betina (±1 minggu), makanannya cairan buah-buahan atau tumbuh-tumbuhan, serta terbang tidak jauh dari perindukannya. Nyamuk betina umumnya berumur lebih panjang dan perlu untuk menghisap darah untuk pertumbuhan telurnya setiap 2-3 hari. Jarak terbang aktif kurang lebih 50 meter.
2. Ekologi Vektor DBD
Eksistensi A. aegypti di alam dipengaruhi oleh lingkungan biologik dan fisik.
a. Pengaruh Lingkungan Biologik
Pada tempat perindukan/kontainer
dengan air yang lama biasanya terdapat patogen dan parasit yang mempengaruhi
pertumbuhan larva. Adanya infeksi patogen dan parasit pada larva mengurangi
jumlah larva yang hidup untuk menjadi lebih lama dan umur nyamuk dari larva
yang terinfeksi patogen dan parasit menjadi lebih pendek.
b. Pengaruh Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik
ada bermacam-macam, misalnya: tata rumah, macam kontainer, ketinggian tempat
dan iklim. Jarak antar rumah mempermudah penyebaran nyamuk dari suatu rumah ke
rumah lain. Macam kontainer/tempat perindukan, bahan, tempat bertelur, bentuk
dan volume kontainer serta asal air pada kontainer mempengaruhi nyamuk betina
dalam pemilihan tempat bertelur. Iklim adalah salah satu komponen pokok
lingkungan fisik yang terdiri atas: suhu, kelembaban nisbi, curah hujan dan
angin.
3. Bionomik nyamuk A.
aegypti
Bionomik
nyamuk merupakan kesenangan bersarang atau tempat perindukannya (breeding
habit), kesenangan menggigit (feeding habit), kesenangan
hinggap/bertelur/beristirahat. Adapun bionomik nyamuk antara lain:
a. Tempat
perindukan
Jenis nyamuk ini
mempunyai tempat perindukan pada genangan air yang tidak langsung berhubungan
dengan tanah seperti:
·
Tempat penampungan air
yaitu tempat-tempat untuk menampung air guna keperluan sehari-hari seperti
tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan lain-lain.
·
Bahan tempat penampungan air untuk keperluan
sehari-hari seperti tempat minum hewan, ban bekas dan lain-lain.
·
Tempat penampungan air
alami seperti lubang pohon, tempurung kelapa, kulit kerang, ruas bambu, dan
pangkal pohon pisang.
b. Kebiasaan
menggigit
Nyamuk A. aegypti dewasa yang betina siap untuk
menghisap darah manusia sehari atau dua hari setelah keluar dari stadium pupa
dan 24 jam setelah bertelur. Waktu menggigit lebih banyak pada siang hari dari
pada malam hari, antara jam 08.00-12.00 dan 15.00-17.00, serta lebih banyak
menggigit di dalam rumah daripada di luar rumah. A. aegypti dapat menggigit
beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat (multiple bitter). Keadaan
ini sangat membantu dalam memindahkan virus dengue ke beberapa orang sekaligus.
c. Kebiasaan
bertelur
Nyamuk A.
aegypti mempunyai kebiasaan bertelur pada tempat-tempat penampungan air yang
tidak langsung berhubungan dengan tanah seperti ember, kaleng bekas, serta
botol-botol bekas. Nyamuk A. aegypti akan bertelur setelah menghisap darah
sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 2-4 hari, setelah
pematangan telur selesai nyamuk betina akan meletakkan telurnya pada dinding
bejana, sedikit di atas permukaan air. A. aegypti meletakkan telurnya secara
tersebar. Kontak yang nyata dengan air adalah rangsangan pertama untuk
meletakkan telurnya. Umumnya nyamuk akan meletakkan telurnya pada suhu 20-30°C,
kelembaban udara praktis mempengaruhi kebiasaan peletakan telur dari nyamuk A.
aegypti. Hal ini mengingat bahwa aktivitas nyamuk ditentukan oleh keadaan kelembaban
udara sekitarnya.
d. Kebiasaan
beristirahat
Kebiasaan
beristirahat setelah menggigit dan selama menunggu waktu pematangan telur,
nyamuk A. aegypti beristirahat di tempat-tempat gelap, lembab dan sedikit
angin. Makanya nyamuk ini hinggap di dalam rumah pada benda-benda yang
bergantungan seperti pakaian dan kelambu.
e. Jarak
terbang
Penyebaran
populasi jentik tidak jauh dari tempat perindukannya, tempat mencari mangsa dan
tempat istirahatnya, sehingga populasi sebagai kluster dan tidak membentuk
populasi homogen. Bentuk minimum kluster A. aegypti dengan diameter 100 m
dikarenakan jarak terbangnya hanya 50 meter maka dengan demikian populasi
nyamuk tidak hanya terlokalisir tetap juga terbagi-bagi.
4. Siklus hidup A.
Aegypti
Nyamuk
A. aegypti dalam siklus hidupnya mengalami metamorfosis sempurna dengan 4
stadium yaitu: telur yang menetas menjadi jentik-jentik, berubah menjadi pupa
(kepompong) dan selanjutnya menjadi nyamuk dewasa. Perkembangan dari telur
sampai menjadi nyamuk antara 9-10 hari.
·
Telur, setiap kali
bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur
nyamuk A. aegypti berwarna hitam dengan ukuran 0,80 mm. Telur ini di tempat
yang kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan dan akan menetas menjadi
jentik dalam waktu lebih kurang 2 hari setelah terendam air.
·
Jentik, jentik kecil
yang menetas dari telur itu akan tumbuh menjadi besar yang panjangnya 0,5-1 cm,
selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya berulang-ulang dari bawah ke atas
permukaan air untuk bernafas (mengambil udara) kemudian turun kembali ke bawah
dan seterusnya. Posisi pada waktu istirahat hampir tegak lurus dengan permukaan
air, biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air dan setelah 6–8
hari jentik itu akan berkembang/berubah menjadi kepompong.
·
Kepompong, merupakan bentuk akhir dari stadium
kehidupan di dalam air, suhu optimum untuk perkembangan berkisar antara
27-32°C. Adapun bentuk kepompong seperti koma, gerakannya lamban, sering berada
di permukaan air, setelah 1–2 hari akan berubah menjadi nyamuk baru.
·
Nyamuk dewasa, termasuk
sub genus Stegoya, dengan ciri-ciri belang-belang hitam putih, pada seluruh
tubuhnya. Nyamuk A. aegypti betina
menghisap darah manusia setiap 2 hari. Protein darah tersebut diperlukan untuk
pematangan telur yang dikandungnya. Setelah menghisap darah, nyamuk akan
mencari tempat hinggap (istirahat) yang disenangi di dekat tempat berkembang
biaknya biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Setelah masa istirahat
selesai, nyamuk itu akan meletakkan telurnya pada dinding bak mandi/WC,
tempayan, drum dan lain-lain, biasanya sedikit di atas permukaan air,
selanjutnya nyamuk akan mencari mangsanya (menghisap darah) lagi. Umur nyamuk
A. aegypti rata-rata 2 minggu, tetapi sebagian di antaranya dapat hidup 2–3
bulan.
5. Mekanisme
Apabila nyamuk menggigit orang, air liur nyamuk tersebut
masuk ke kulit orang tersebut. Jika nyamuk tersebut mengandung dengue, virus
terbawa dalam air liurnya. Sehingga apabila nyamuk tersebut menggigit orang,
virusnya masuk ke dalam kulit orang tersebut bersama air liur nyamuk. Virus
tersebut tertanam dan memasuki sel darah
putih orang tersebut. (Sel darah putihnya seharusnya membantu pertahanan
tubuh dengan memerangi ancaman, seperti infeksi.) Ketika sel darah putih
tersebut bergerak-gerak di dalam tubuh, virus memproduksi kembali (atau
memperbanyak diri). Sel darah putih bereaksi dengan cara memperbanyak protein
pengisyarat (apa yang disebut dengan sitokin), seperti faktor-faktor
interleukin, interferon dan tumor nekrosis. Protein ini menyebabkan demam,
gejala yang menyerupai flu, dan rasa nyeri yang luar biasa yang terjadi bersama
dengue.
Jika seseorang menderita infeksi (serius), virus
bereproduksi dengan lebih cepat. Dengan semakin banyaknya virus, semakin banyak
pula organ (seperti hati
dansumsum tulang)
yang terkena dampaknya. Cairan dari aliran darah bocor melalui dinding-dinding
pembuluh darah kecil ke dalam rongga-rongga tubuh. Oleh karena itu, lebih
sedikit darah yang bersirkulasi (atau berputar di dalam tubuh) di dalam
pembuluh darah. Tekanan darah orang tersebut menjadi sangat rendah sehingga
jantungnya tidak dapat memasok cukup darah ke organ vital (yang paling
penting). Sumsum tulang juga tidak dapat membuat cukup platelet yang dibutuhkan
darah agar bisa membeku dengan benar. Tanpa cukup platelet, orang tersebut akan
memiliki masalah pendarahan. Pendarahan adalah komplikasi berat dari dengue
(satu dari masalah yang paling berat yang diakibatkan oleh penyakit tersebut).
6. Ciri-Ciri nyamuk A. Aegypti
Depkes (1997) menyatakan bahwa nyamuk penular A. aegypti
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
·
Nyamuk A. aegypti berwarna
hitam dengan belang-belang (loreng) putih pada seluruh tubuhnya.
·
Hidup di dalam, sekitar rumah
dan ditemukan juga di tempat umum.
·
Mampu terbang sampai 100 meter
·
Nyamuk betina aktif menggigit
(mengisap) darah pada pagi hari sampai sore hari. Nyamuk jantan biasa mengisap
sari bunga/tumbuhan yang mengandung gula.
·
Umur nyamuk A. aegypti
rata-rata 2 minggu. Tetapi sebagian diantaranya dapat hidup 2-3 bulan.
C. Virus
Dengue
Virus
Dengue (DEN) tergolong virus RNA anggota dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae,
sangat patogen pada manusia dan cepat menyebar melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus terutama di negara tropis (Soetjipto dkk., 2000).
Virus Dengue diklasifikasikan menjadi empat serotipe (DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN
4) dengan manifestasi klinik yang sangat bervariasi (Soegijanto, 1997)
Flavivirus berbentuk sferis dengan diameter
40-60 nm. Nukleokapsid berbentuk sferis dengan diameter 30 nm dan dikelilingi
oleh lipid bilayer (Rice, 1996).
Komposisi virion terdiri dari 6% RNA, 66% protein, 9% karbohidrat, dan 17%
lipid. Protein envelope (E) dan
protein membran (M) menempel dalam lapisan lipid pada C-terminal yang
hidrofobik (Teo and Wright, 1997). Virion yang dikeluarkan mengandung sejumlah
M prekursor (pr-M). Komposisi nukleokapsid adalah protein kapsid (protein C)
dan genom dengan densitas 1,30-1,31 g/ml, bahan-bahan ini dapat diisolasi
setelah envelope disolubilisasi
dengan deterjen nonionik (Kitayapon, 1994). Morfologi virus Dengue untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.
Protein struktural meliputi
kapsul protein yang kaya arginine dan
lysine, tersusun dari non glucose protein M, protein yang
dibuat dari prekursor glukosilat pada saat akhir maturasi virus. Sebagian besar
struktur selubung protein berperan dalam fungsi utama biologik dari partikel
virus seperti menarik sel (cell tropism),
mengkatalisator fusi membran yang asam, menginduksi uji hambatan aglutinasi,
menetralisir dan melindungi terhadap antibodi. Virus DEN relatif labil terhadap
suhu dan faktor kimiawi serta masa viremia yang pendek, sehingga keberhasilan
isolasi bergantung kecepatan dan ketepatan pengambilan sampel (Soegijanto,
2004).
Virus Dengue mempunyai 10,5 kb
genom viral panjang yang terdiri dari mRNA positif yang diorganisasi di dalam single open reading frame (ORF) dengan
gen yang mengkode protein struktural E, prM, C, dan protein non struktural NS
1, NS 2A, NS 2B, NS 3, NS 4A, NS 4B, dan NS 5 (Kitayapon, 1994). Genom virus
tertutup di dalam kapsid yang terdiri dari protein core (C) single. Protein struktural dan non-struktural yang dapat
diidentifikasi dengan celah proteolitik dari poliprotein yang dikode oleh ORF.
Protein struktural dikode oleh 5’ sepertiga dari ORF dan sisanya mengkode
protein nonstruktural (Beasley, 1994).
Virus Dengue mempunyai dua macam
protein yaitu protein struktural dan protein non-struktural. Protein struktural
terdiri dari protein E, protein M, dan protein C, sedangkan protein non
struktural terdiri dari tujuh protein NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NS5
(Bumi dkk., 2004). Protein nonstrukutral tidak mempunyai kaitan dengan berat
ringannya demam berdarah Dengue.
Reaksi antigenik pada sel atau
molekul protein terletak pada bagian yang langsung kontak dengan molekul
antibodi yang dikenal dengan antigenic
determinant atau epitop. Rangsangan terhadap pembentukan antibodi tiap protein
berbeda, dengan urutan imunogenitas tertinggi adalah protein E, protein prM,
dan C (Soetjipto dkk, 2000). Protein non struktural yang paling berperan dalam
menimbulkan antibodi adalah protein NS 1 (Tung et al., 1995). Pemeriksaan
antibodi dengan teknik antigenitas menunjukkan bahwa antibodi penderita 100%
bereaksi dengan protein E, 98,8% dengan protein C, dan prM, 97,0% dengan
protein prM, dan 54,9% dengan protein C (Ngo, Thoe and Ling, 1996).
Distribusi protein yang paling
tinggi adalah protein E (envelope protein) diikuti oleh C-prM-M
dan prM (premembran) dan sebagian protein non struktural seperti NS 1 dan NS 3.
Protein E berperan penting dalam virulensi virus Dengue. Protein E adalah
protein envelope utama dari virion
yang diyakini memegang peranan penting dalam perangkaian virion, ikatan
reseptor, penggabungan membran, dan target utama untuk antibodi netralisasi.
Protein E dengan berat 50-55 kD mempunyai epitop netralisasi multipel yang
terlibat dalam penggabungan pada membran virus dan dalam pengikatan pada
molekul reseptor sel. Secara alami protein ini mempunyai sususnan pepetida overlapping yang memungkinkan dapat
mengenali semua strain virus Dengue.
Protein E memiliki berat molekul
52 kD mempunyai fungsi yang cukup dominan sebagai induksi antibodi (Chen, et
al., 1997). Protein E juga berfungsi sebagai attachment pada permukaan membran sel. Protein E merupakan
mayoritas dari mantel protein virus yang berperan penting dan berdifusi sebagai
reseptor pengikat membran sel tuan rumah (virion
assembly receptobinding), kemudian penetrasi sel (membrane fusion) dan merupakan sasaran antibodi tuan rumah untuk
dinetralisasi (target of neutralization
antibodies) dan mengandung 6 ikatan disulfida yang berfungsi memproses
glikosilasi. Glycosaminoglican adalah
salah satu produk dari glikosilasi yang berperan penting dalam menentukan
intensitas infeksi virus Dengue yang imunogenik kuat, baik kekebalan humoral
maupun seluler protektif (Anderson, et al., 1992; Chen , et al., 1997;
Staropoli, et al., 1997).
Protein prM, dengan berat 35 kD
adalah prekursor glikosilasi dari protein M. PrM pecah ke bentuk protein M dan
N-terminal segmen yang disekresi ke dalam medium ekstraseluler. Pemecahan ini
terjadi secara singkat sebelum atau bersamaan dengan pelepasan virion karena
prM dan M ditemukan pada virion intraseluler dan ekstraseluler (Sittisombut,
1994). Protein prM terbanyak dijumpai pada virus yang belum dibebaskan sehingga
lebih dikenal dengan protein intraseluler, sedangkan protein yang ekstraseluler
dikenal dengan protein M (membrane),
walaupun terkadang pada situasi yang ekstraseluler masih dijumpai protein prM
(Depress et al., 1993). Antibodi terhadap prM dapat membuat imunitas yang
protektif mungkin oleh netralisasi pelepasan virion yang berisi beberapa prM
yang tidak pecah. Protein prM yang tidak pecah akan menstabilisaasi protein E
dalam bentuk homodimer sehingga mengurangi inefektivitasnya.
Protein C memiliki berat molekul
27,5 kD. Protein C dalam bentuk virion mempunyai daya imunogenitas paling
rendah diantara protein struktural tetapi dalam bentuk anchored dengan protein prM (C-prM) daya imunogenitasnya menjadi
lebih tinggi (Sittisombut, 1994; Chen et al., 1997).
NS 1 adalah protein nonstruktur
1, merupakan glukoprotein yang berfungsi dalam siklus kehidupan virus yang
belum jelas diketahui (Soegijanto, 2004). Protein NS 1 dengan berat molekul 39
kD bersifat imunogenikterletak di dalam sitoplasma dan permukaan membran sel
dan disekresi olah sel mamalia yang terinfeksi. NS1 dideteksi dengan kadar
tinggi pada penderita infeksi virus Dengue dengan reaksi imun sekunder, tetapi
jarang dijumpai pada penderita yang menunjukkan reaksi imun primer (Halstead et
al., 2002). Protein NS 1 bersifat imunogenik dan mampu melindungi mencit dari
uji tantang dengan virus homolog (Sittisombut, 1994). Protein NS 1 mempunyai
sifat imunogenik yang tinggi dibandingkan dengan protein nonstruktual lain
meskipun belum banyak diketahui fungsinya. Bentuk dimer NS1 lebih baik daripada
bentuk monomer dalam menghasilkan antibodi protektif. Henchal dan Putnak (1990)
menunjukkan bahwa antibodi terhadap NS 1 mampu mengenali epitop pada bagian
ujung N dan C terminal dari protein sehingga berkemampuan untuk menetralisir
pertumbuhan virus. Penggunaan antibodi monoklonal anti-NS 1 secara pasif
mencegah infeksi virus Dengue pada mencit (Beasley, 1994).
NS 2 memiliki dua protein (NS2A
dan NS2B) yang berperan pada kompleks replikasi membran RNA (Halstead et al.,
2002). Protein NS 2A dengan berat molekul 24 kDa diperlukan untuk proses
proteolitik C-terminal dari protein NS 1, sedangkan protein NS 2B diperlukan
pada proses pemecahan NS 2A/NS 2B, NS 2B/NS 3, NS 3/NS 4A dan NS 4A/NS 5 yang
diperantarai oleh domain protease dari protein NS 3. Sementara itu fungsi dari
protein NS 4A (16 kD) dan NS 4B (26 kD) tidak diketahui, tetapi diperlukan
untuk menghubungkan membran dari NS 3 dan NS 5 selama sintesis (Sittisombut,
1994).
Protein NS 3 merupakan protein
non struktural terbesar kedua dan berlokasi di dalam sitoplasma yang
berhubungan dengan membran. Protein NS 3 dengan berat molekul 69 kD merupakan
enzim polipeptida multifungsional yang diperlukan dalam proses replikasi virus
(Teo and Wright, 1997).
Protein NS 5 adalah protein non
struktural yang memiliki berat molekul terbesar. NS5 memiliki berat molekul
105.000 dan merupakan petanda protein Flavivirus (Halstead et al., 2002).
Protein NS 5 didapatkan di dalam sitoplasma sel yang terinfeksi dan
keberadaannya sangat tergantung pada RNA
dependent RNA polymerase (Chambers et al., 1990).
Pada protein nonstruktural, kemampuan
membentuk antibodi tertinggi adalah protein NS 1 diikuti NS 3, sedangkan
protein NS 5 terbukti tidak ammpu membentuk antibodi (Soetjipto et al.,
2000).Protein non struktural pada umumnya diperklukan untuk sintesis RNA viral,
modifikasi protein dan maturasi virion. Protein NS 3 dan NS 5 dapat merangsang
imunitas humoral meskipun pengaruhnya sangat kecil bila dibandingkan protein
NS1 (Cardosa, 1998)
D.
Tanda
Dan Gejala Demam Berdarah Dengue
Sekira 80% dari pasien (atau 8 dari 10
pasien) yang terinfeksi virus dengue tidak menunjukkan gejala, atau hanya
menunjukkan gejala ringan (seperti demam biasa). Sekira 5% dari orang yang
terinfeksi (atau 5 dari 100) akan mengalami infeksi berat. Penyakit tersebut
bahkan mengancam jiwa sedikit dari mereka. Pada sebagian kecil penderita ini,
penyakit tersebut mengancam jiwa.
Gejala akan muncul antara 3 dan 14 hari
setelah seseorang terpajan virus dengue. Seringkali gejala muncul setelah 4
hingga 7 hari. Oleh karena itu jika seseorang baru kembali dari wilayah yang memiliki
banyak kasus dengue, kemudian ia menderita demam atau gejala lainnya setelah
lebih dari 14 hari dia kembali dari wilayah tersebut, kemungkinan penyakitnya
tersebut bukan dengue.
Beberapa
gejala yang sering terlihat pada kasus demam berdarah :
1. Badan
demam panas tinggi lebih dari 2 hari
2. Nyeri pada ulu hati
3. Terdapat
bercak bintik merah di kulit yang tidak hilang walau ditekan, ditarik, diregangkan
dan lain sebagainya.
4. Bisa
mengeluarkan darah dari hidung (mimisan), muntah darah, dan melalui buang air
besar.
5. Penderita
bisa pucat, gelisah, ujung kaki dan ujung tangan dingin.
E.
Diagnosis
dan tes Laboratorium
Biasanya, profesional pelayanan kesehatan mendiagnosis
dengue dengan cara memeriksa pasien dan menyadari bahwa gejala-gejalanya cocok
dengan dengue. Profesional pelayanan kesehatan khususnya akan dapat
mendiagnosis dengue dengan cara ini di wilayah di mana penyakit ini banyak
terjadi. Namun, apabila dengue masih
dalam fase awalnya, sulit untuk membedakannya dengan infeksi virus lainnya
(infeksi yang disebabkan oleh virus). Seorang pasien mungkin menderita dengue
jika dia demam dan dua dari gejala berikut ini: mual dan muntah; ruam;
generalized pains (pain all over); jumlah sel darah putih sedikit; atau hasil
tes tourniquet yang positif. Tanda-tanda plus demam biasanya merupakan sinyal
bahwa pasien tersebut menderita dengue di wilayah di mana penyakit tersebut
banyak terjadi .
Tanda peringatan biasanya akan tampak sebelum dengue menjadi
parah. Tes tourniquet berguna apabila tes laboratorium
tidak dapat dilakukan. Untuk melakukan tes tourniquet, profesional pelayanan
kesehatan akan membebatkan alat pengukur tekanan darah di lengan pasien selama
5 menit. Petugas kesehatan tersebut akan menghitung bintik-bintik merah kecil
di kulit pasien. Jumlah bintik yang semakin banyak berarti bahwa orang tersebut
mungkin menderita demam dengue.
Sulit membedakan demam dengue dan chikungunya.
Chikungunya adalah infeksi virus yang mirip dan memiliki banyak gejala yang
sama dengan dengue, dan terjadi di wilayah yang sama di dunia Dengue juga dapat
memiliki gejala yang sama seperti penyakit lainnya, seperti malaria,
leptospirosis,
demam tifoid,
and penyakit
meningokokus. Seringkali, sebelum seseorang terdiagnosis dengue,
petugas kesehatan yang menanganinya akan melakukan tes untuk memastikan bahwa
pasien tidak mengalami satu dari kondisi-kondisi ini.
Jika seseorang menderita dengue, perubahan paling awal
yang dapat dilihat pada tes laboratorium adalah jumlah sel darah putih yang
sedikit. Jumlah platelet yang sedikit dan asidosis metabolik juga merupakan
tanda-tanda dengue. Jika seseorang terserang dengue parah, terdapat perubahan
lainnya yang dapat dilihat jika darahnya diteliti. Dengue yang parah
menyebabkan cairan keluar dari aliran darah. Ini menyebabkan hemokonsentrasi
(di mana terdapat lebih sedikit plasma – bagian yang cair dari darah – dan
lebih banyak sel darah merah di dalam darah). Ini juga
menyebabkan level albumin yang rendah di dalam darah.
Terkadang, dengue yang parah menyebabkan efusi pleura
yang besar (cairan yang bocor menumpuk di sekitar paru-paru)
atau asites (cairan menumpuk di abdomen).. Profesional pelayanan kesehatan
dapat mendiagnosis shock dengue dari awal jika dia dapat menggunakan alat ultrasound medis untuk
mendeteksi adanya cairan tersebut di dalam tubuh. Tetapi di beberapa wilayah di
mana dengue adalah penyakit yang biasa menyerang, para profesional pelayanan
kesehatan dan klinik tidak memiliki mesin ultrasound.
Demam dengue dapat didiagnosis menggunakan pengujian
laboratorium mikrobiologis.
Beberapa tes berbeda dapat dilakukan. Satu tes (isolasi virus)
mengisolasi (atau memisahkan) virus dengue dalam kultur (atau sampel) sel. Tes
lainnya (deteksi asam nukleat) mencari asam nukleat
dari virus, menggunakan teknik yang disebut reaksi rantai
polimerase (PCR). Tes ketiga (deteksi antigen) mencari antigen
dari virus. Tes lainnya mencari beberapa antibodi di dalam darah yang dibuat oleh tubuh untuk
memerangi virus dengue. Tes isolasi virus dan deteksi asam nukleus bekerja
lebih baik daripada deteksi antigen. Namun, tes ini lebih mahal, sehingga tidak
tersedia di banyak fasilitas kesehatan. Apabila dengue masih dalam tahap awal
penyakit, semua hasil tes mungkin negatif (berarti bahwa hasil tes tersebut
tidak menunjukkan bahwa pasien menderita penyakit tersebut).
Kecuali tes antibodi, tes laboratorium hanya dapat
mendiagnosis demam dengue selama fase akut (awal) dari penyakit tersebut.
Namun, tes antibodi dapat memastikan bahwa orang tersebut menderita dengue
dalam fase berikutnya dari infeksti tersebut. Tubuh membuat antibodi yang
secara khusus memerangi virus dengue setelah 5 hingga 7 hari.
F.
Klasifikasi
Pada 2009, World Health
Organization (WHO) mengklasifikasikan, atau membagi, demam dengue ke
dalam dua jenis: tanpa komplikasi dan parah. Sebelum ini, pada 1997, WHO telah
membagi penyakit tersebut ke dalam demam yang tidak terdiferensiasi (tidak
dapat digolongkan), demam dengue, dan demam berdarah. WHO memutuskan bahwa cara
lama pembagian dengue ini harus disederhanakan. Mereka juga menetapkan bahwa
cara tersebut terlalu membatasi: tidak mencakup semua cara yang diperlihatkan
pada dengue. Meskipun klasifikasi dengue telah diubah secara resmi, klasifikasi
lama tersebut masih sering digunakan.
Dalam sistem lama WHO untuk
klasifikasi, demam berdarah dibagi ke dalam empat fase, yang disebut tingkat
I–IV:
·
Pada Tingkat I, pasien menderita demam. Dia mudah melebam
atau memiliki hasil tes tourniquet yang positif.
·
Pada Tingkat II, pasien mengeluarkan darah melalui kulit dan
bagian lain tubuhnya.
·
Pada Tingkat III, pasien menunjukkan tanda-tanda renjatan
sirkulasi.
·
Pada Tingkat IV, pasien mengalami renjatan yang sangat parah
sehingga tekanan darah dan detak jantungnya tidak dapat dirasakan Tingkat III
dan IV disebut "sindrom renjatan dengue
G.
Pencegahan
Terdapat dua vaksin yang telah
disetujui sebagai vaksin untuk mencegah manusia agar tidak terserang virus
dengue. Untuk mencegah
infeksi, World Health Organization (WHO) menyarankan pengendalian populasi
nyauk dan melindungi masyarakat dari gigitan nyamuk.
WHO menganjurkan program untuk
mencegah dengue (disebut program "Integrated Vector Control") yang
mencakup lima bagian yang berbeda:
v
Advokasi, menggerakkan masyarakat, dan legislasi (undang-undang) harus digunakan
agar organisasi kesehatan masyarakat dan masyarakat menjadi lebih kuat.
v
Semua bagian masyarakat harus bekerja bersama. Ini termasuk sektor
umum
(seperti pemerintah), sektor swasta (seperti bisnisperusahaan), dan bidang perawatan kesehatan.
v
Semua cara untuk mengendalikan penyakit harus harus
terintegrasi (atau dikumpulkan), sehingga sumber daya yang tersedia dapat memberikan
hasil yang paling besar.
v
Keputusan harus dibuat berdasarkan pada bukti. Ini akan
membantu memastikan bahwa intervensi (tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
dengue) berguna.
v
Wilayah di mana dengue menjadi masalah harus diberi bantuan,
sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk merespon dengan baik
penyakit dengan usaha mereka sendiri.
WHO
juga menyarankan beberapa tindakan khusus untuk mengendalikan dan menghindarkan
gigitan nyamuk. Cara terbaik untuk mengendalikan nyamuk “Aedes aegypti” adalah
dengan menyingkirkan habitatnya. Masyarakat harus mengosongkan wadah air yang
terbuka (sehingga nyamuk tidak dapat bertelur di dalam wadah-wadah terbuka
tersebut). Insektisida atau agen-agen pengendali
biologi
juga dapat digunakan untuk mengendalikan nyamuk di wilayah-wilayah ini. Para
ilmuwan berpendapat bahwa menyemprotkan insektisida organofosfat atau piretroid
tidak membantu. Air diam (tidak mengalir) harus dibuang karena air tersebut
menarik nyamuk, dan juga karena manusia dapat terkena masalah kesehatan jika
insektisida menggenang di dalam air diam.
Untuk mencegah gigitan nyamuk, orang-orang dapat memakai pakaian yang
menutup kulit mereka sepenuhnya. Mereka juga dapat menggunakan anti nyamuk
(seperti semprotan nyamuk), yang membantu menjauhkan nyamuk. (DEET paling
ampuh.) Orang-orang juga dapat menggunakan kelambu saat beristirahat.
H.
Pemberantas vector Demam Berdarah
Dengue
Pemberantasan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan hingga
ke tingkat yang bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat lagi. Kegiatan
pemberantasan nyamuk Aedes yang dilakukan sekarang ada dua cara, yaitu :
v
Dengan cara kimia
Cara
ini dapat dilakukan untuk nyamuk dewasa maupun larva. Untuk nyamuk dewasa
sekarang dilakukan dengan cara pengasapan (thermal fogging) atau pengabutan
(cold fogging = Ultra Low Volume). Pemberantasan nyamuk dewasa tidak
menggunakan cara penyemprotan pada dinding
(residual spraying) karena nyamuk Aedes Aegypti tidak suka hinggap pada
dinding, melainkan pada benda-benda yang tergantung seperti kelambu dan pakaian
yang tergantung. Untuk pemakaian di
rumah tangga dipergunakan berbagai insektisida yang disemprotkan di dalam
kamar-kamar atau ruangan misalnya, golongan organopospat atau pyrethroid
synthetic.
Untuk
pemberantasan larva dapat digunakan abate 1 % SG. Cara ini biasanya digunakan
dengan menaburkan abate ked dalam bejana tempat penampungan air seperti bak
mandi, tempayan, drum dapat mencegah adanya jentik selama 2-3 bulan.
v Pengelolaan lingkungan
1)
Pembersihan sarang nyamuk (PSN)
Cara
ini dilakukan dengan menghilangkan atau mengurangi tempat-tempat perindukan.
Cara ini dikenal sebagai pembersihan sarang
Nyamuk (PSN) yang ada pada dasarnya adalah pemberantasan jentik atau
mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang biak. PSN ini dilakukan dengan :
·
Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air lain
sekurang-kurangnya seminggu sekali. Ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa
perkembangan telur menjadi nyamuk selama 7-10 hari.
·
Menutup ratap tempat penampungan air seperti tempayan , drum
dan tempat air lain.
·
Mwngganti air pada vas bunga dan tempat minum burung
sekurang-kurangnya seminggu sekali.
·
Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang
bekas seperti kaleng bekas dan botol pecah sehingga tidak menjadi sarang
nyamuk.
·
Menutup lubang-lubang pada bamboo pagar dan lubang pohn
dengan tanah.
·
Membersihkan air yang tergenang di atap rumah.
·
Memelihara ikan.
2)
Pengawasan kualitas lingkungan
Pengawasan
Kualitas Lingkungan (PKL) adalah cara pemberantasan vector DBD melalui
pengawasan kebersihan lingkungan oleh masyarakat. Cara ini bertujuan untuk
menghilangkan tempat perindukan nyamuk Aedes Aegypti dari daerah pemukiman
penduduk.
Kegiatan
pokok yang dilaksanakan oleh PKL adalah :
ü pengawasankebersihan lingkungan di
setiap rumah termasuk sekolah, tempat-tempat umum (TTU) dan tempat-tempat
industry (TTI) oleh masyarakat seminggu sekali.
ü Penyuluhan kebersihan lingkungan dan
pergerakan masyarakat dalam kebersihan lingkungan dan pergerakan masyarakat
dalam kebersihan lingkungan melalui gotong royong secaraberkala.
ü Pemantauan kulaitas lingkungan
menggunakan indicator kebersihan indeks dan vector DBD
I.
Upaya Pengendalian Vektor DBD yang
efektif
Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, pemberantasan vector terdiri dari fogging,
abatisasi, pengawasan kualitas lingkungan dan pembersihan sarang nyamuk (PSN).
Kegiatan
fogging adalah pemberantasan nyamuk demam berdarah menggunakan insektisida
dengan cara pengasapan. Insektisida yang digunakan adalah malthion dengan
campuran solar. Pengasapan sangat efektif dalam memutuskan rantai penularan
karena semua nyamuk termasuk yang aktif
mati seketika bila kontak dengan partikel-partikel insektisida. Dengan
demikian penularan segera dapat diputuskan. Namun jka jentik Aedes Aegypti
tidak dibasmi, penularan akan berulang kembali bila ada penderita viremia yang
baru.
Pengasapan
yang menggunakan insektisida mempunyai dampak negative bagi lingkungan .
insektisida tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga jalan, yaitu :
·
Jalan nafas
·
Jalan pencernaan, dan
·
Melewati kulit
Bila
penanganan pengasapan dilakukan dengan cara yang tidak benar maka hal ini akan
membahayakan kesehatan masyarakat, disamping itu pula cara ini memerlukan dana
yang sangat mahal dalam pelaksanaannya.
Temephos
berupa “sand granules” ditaburkan denganpasir sebagai “carier “ ke dalam bejana
tempat penampungan air. Penaburan larvasida di tempat penampungan air seperti
tempat penampungan air, tempayan, drum dapat mencegah timbulnya jentik nyamuk
selam 2-3 bulan. Larvasida yang dipakai adalah abate 1% dengan dosis 1 gram per
1000 liter air. Namun cara ini tidak menjamin terbasminya tempat perindukn
nyamuk secara permanen, karena masyarakat pada umumnya tidak begitu senang
dengan bau yang ditimbulkan larvasida selain itu pula diperlukan abate secara
rutin untuk keperluan pelaksanannya.
Kegiatan
pengawasan kualitas lingkungan, adalah kegiatan yang memerlukan pemantauan yang
terus menerus dari petugas kesehatan,sehingga kegiatan terasa sulit, karena
memerlukan tenaga dan waktu yang tidak sedikit, mengingat luas wilayah kerja
yang dijangkau oleh petugas kesehatan sangatluas per kecamatan.
Pembersihan
Sarang Nyamuk (PSN) pada dasarnya untuk memberantas jentik tau mencegah agar
nyamuk tidak dapat berkembang biak. Mengingat Aedes Aegypti tersebar luas, maka pemberantasannya perlu peran
aktif masyarakat khususnya untuk memberantas jentik Aedes Aegypti di rumah dan lingkungan masing-masing. Cara ini
adalah suatu cara yang paling efektif dilaksanakan karena :
·
Tidak memerlukan
biaya besar
·
Bisa dilombakan untuk menjadi daerah yang terbersih
·
Menjadi lingkungan bersih
·
Budaya bangasa Indonesia yang senang hidup bergotong-royong
·
Dengan lingkungan yang bersih, tidak mustahil penyakit yang
diakibatkan oleh lingkungan yang kotor akan berkurang
Dengan
demikian langkah penting dalam upaya pemberantasan DBD melalui upaya PSN ialah
memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang intensif. Pokok-pokok pesan
penyuluhan yang disampaikan meliputi pengenalan tanda-tanda, gejala DBD dan
cara pencegahan penularannya di rumah dan lingkungan masing-masing yang
disesuaikan dengan pendidikan yang mereka miliki. Sarana yang digunakan bisa
melalui pengajian, pertemuan warga, sedangkan penyuluhan missal bisa dilakukan melalui
media massa seperti TV, radio, majalah, dansurat kabar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ø Demam
berdarah (DB) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue,
yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes,
misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Ø Nyamuk
Aedes aegypti adalah vektor pembawa virus dengue penyebab penyakit demam
berdarah. Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue.
Ø Penularan
DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus betina yang
sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah
lain.
Ø Berdasarkan
klasifikasinya menurut WHO, DBD terdiri atas 4 tingkatan atau derajad.
Ø Pencegahan
dapat di lakukan melalui 3 macam, yaitu pengendalian lingkungan, biologi dan
kimia.
B.
Saran
Setiap
individu sebaiknya mengerti dan memahami bahaya dari penyakit DBD tersebut,
sehingga setiap individu tersebut bisa lebih merasa khawatir dan mampu menjaga
diri dan lingkungannya dari kemungkinan terserangnya demam berdarah.
Komentar
Posting Komentar