Tinea Unguium
TUGAS MIKOLOGI
TINEA
UNGUIUM
Oleh :
Nama :
St. Zamzam
NIM : PO.71.3.201.12.1.092
Tingkat :
III.B
POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENTRIAN MAKASSAR
Jurusan Analis
Kesehatan
2014/2015
TINEA UNGUIUM
A.
Tinea
Unguium
·
Pengertian
Dermatofitosis
(Tinea Unguium) adalah infeksi jamur dermatofit yang menyerang kuku. Penyakit
ini bersifat menahun dan sangat resisten terhadap pengobatan. Penyakit ini
sering dijumpai dinegara tropis karena udara yang lembab dan panas sepanjang
tahun sangat cocok bagi perkembangan penyakit jamur.
Kurangnya
kebersihan pribadi dapat menjadi faktor yang berkontribusi besar seperti
memakai kaos kaki untuk waktu yang lama menciptakan lingkungan yang sempurna
untuk pertumbuhan jamur, berbagai alas kaki dan barang-barang pribadi lain juga
menimbulkan resiko yang siknifikan ada berbagai faktor yang dapat memperburuk
kondisi ini, antara lain: ketidakseimbangan dalam tingkat ph, kurangnya
personal hygiene, alas kaki yang digunakan oleh banyak orang, berjalan tanpa
alas kaki, tidak mengeringkan kaki setelah mandi, penurunan imunitas.
·
Etiologi
Penyebab tersering adalah Trichophyton rubrum, diikuti
oleh Trichophyton mentagrophytes varian interdigitale, dan Epidermophyton
floccosum. T. rubrum tersering ditemukan pada kuku tangan, sedangkan T.
Mentagrophytes terutama pada kuku kaki.
·
Faktor Predisposisi
Beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi
terjadinya tinea unguium adalah trauma
hiperhidrosis palmar dan plantar, keadaan imonusupresi, gangguan sirkulasi
perifer, distrofi lempeng kuku oleh berbagai sebab, dan salah posisi perlekatan
perifer kuku ke lipat kuku dan hiponikium. Biasanya pasien tinea unguium
mempunyai dermatofitosis di
tempat lain yang sudah sembuh atau yang belum. Kuku kaki lebih sering diserang
daripada kuku tangan.
B.
Penyebab
Tinea Unguium
Tinea unguium merupakan bentuk kelainan kuku
yang disebabkan oleh infeksi jamur Dermatofita. Penyebab dari penyakit ini
berupa jamur T.Mentagrophytes dan T.rubrum, yang dapat ditularkan secara
langsung maupun tidak langsung.Penyakit ini lebih sering menyerang orang
dewasa, bersamaan tinea pedis dan tinea manus.Penyakit ini sering menyerang
orang yyang selalu bersinggungan dengan air kotor.Lingkungan lembab dan basah
dapat mempermudah terjangkitnya penyakit ini.
Morfologi
jamur dari jamur tersebut adalah sebagai berikut :
·
T.Mentagrophytes
Kingdom :Fungi
Phylum :Ascomycota
Class :Euascomycetes
Order :Onygenales
Family :Arthrodermataceae
Genus :Trichophyton
Phylum :Ascomycota
Class :Euascomycetes
Order :Onygenales
Family :Arthrodermataceae
Genus :Trichophyton
Spesies :Trichophyton mentagrophytes
Trichophyton mentagrophytes merupakan fungus penyebab tinea kruris,
tinea pedis, dan tinea unguium. Fungus ini memiliki habitat di kulit, kuku,
rambut, dan jaringan lain yang mengandung sel tanduk. Epidemiologi dari fungus
ini yaitu di daerah iklim sedang dan iklim dingin serta pada daerah tropis. Trichophyton mentagrophytes menginfeksi
penderita melalui paparan langsung dari hewan atau koloni fungus di permukaan
kulit, kuku, dan rambut.
Pada Tinea kruris
akan terdapat gejala pada kulit inguinal dan perineum. Sedangkan pada Tinea pedis gejala terdapat di
kulit kaki yang gejalanya tidaklah khas. Tinea
unguium gejalanya pada permukaan kuku tidak rata dan rapuh.
Penegakkan diagnosis dicapai dengan cara pemeriksaan langsung kulit, kuku, dan
rambut dalam KOH 6%. Selain itu dapat pula dilakukan pembiakan dalam agar
Sabarround. Penyakit-penyakit diatas dapat diobati menggunakan sulfur,
salicilat, imidazol, dan katekonazol
1.
Koloni yang berbutir kasar,
2.
Berwarna krem sampai coklat muda,
3.
Di sebalik koloni terlihat pigmen yang bervariasi dari
kuning, krem, coklat, sampai coklat merah,
4.
Hifa dan mikrokonidia tidak khas,
5.
Mikrokonidia banyak, menggerombol seperti buah anggur
(en grappe) atau tunggal seperti tetes air mata (tear drop),
6.
Makrokonidia berbentuk seperti rokok atau pensil,
multiseluler (3-4 sel), berdinding tipis, halus, dan memiliki rambut tambahan
yang disebut rat tail,
7.
Ditemukan klamidiaspora dan hifa spiral sangat banyak
dan benda noduler, hifa sisir, dan hifa raket untuk Trichophyton mentagrophytes
varian interdigitale mikrokonidianya berjumlah sedikit.
·
Trichophyton
rubrum
Kingdom :Fungi
Phylum :Ascomycota
Class :Euascomycetes
Order :Onygenales
Family :Arthrodermataceae
Genus :Trichophyton
Phylum :Ascomycota
Class :Euascomycetes
Order :Onygenales
Family :Arthrodermataceae
Genus :Trichophyton
Spesies :Trichophyton rubrum
Trichophyton rubrum merupakan jamur yang paling umum menjadi menyebabkan infeksi
jamur kronis pada kulit dan kuku manusia. Pertumbuhan koloninya dari lambat
hingga bisa menjadi cepat. Teksturnya yang lunak, dari depan warnanya putih
kekuning-kuningan (agak terang) atau bisa juga merah violet. Kalau dilihat dari
belakang tampak pucat, kekuning-kuningan, coklat, atau cokelat kemerahan.
Meskipun Trichophyton rubrum merupakan jamur yang paling umum terdeteksi
menjadi dermatophytes (jamur parasit – mycosis – yang menginfeksi kulit) dan
menyebabkan infeksi jamur kuku tangan, ada juga jenis jamur yang lain yang
menjadi sebab infeksi serupa, contohnya Tricophytum mentagrophytes, T. verrucosum, dan T. Tonsurans.
C. Makroskopis
Dan Mikroskopis
·
Makroskopis
·
Mikroskopis
Trichophyton
mentagrophytes
Trichophyton rubrum
D.
ISOLASI DAN
IDENTIFIKASI
·
Isolasi
Budaya mikologis jarang
diindikasikan dalam diagnosis tineas selain tinea unguium dan tinea capitis. Dalam beberapa
kasus, meskipun kecurigaan klinis tinggi, diagnosis mungkin menjadi tantangan.
Budaya, sementara relatif sederhana untuk melakukan,
membutuhkan 1-4 minggu untuk tumbuh dan keahlian klinis untuk menafsirkan
hasilnya. Media yang paling umum digunakan untuk
mengisolasi dermatofit adalah agar pepton glukosa Sabouraud ini. 1 Berbagai formulasi media ini tersedia secara
komersial; beberapa
memiliki aditif yang menghambat pertumbuhan bakteri dan nondermatophyte. 17 A medium uji dermatofit (DTM) indikator juga
dapat digunakan. Yang terakhir ini memiliki keuntungan tambahan dari indikator
fenol yang berubah merah dalam lingkungan basa yang dihasilkan oleh dermatofit.
18 Meskipun DTM memiliki keuntungan dari
kesederhanaan, memiliki tingkat tinggi hasil positif palsu dan negatif palsu. 1
Semua media memerlukan koleksi
sampel yang memadai dari bahan yang terinfeksi. Skala dapat
dikumpulkan dengan cara yang sama dengan yang digunakan untuk persiapan KOH
atau dengan kapas. Swab pertama harus dibasahi
dengan air steril dan kemudian digosok dengan penuh semangat di perbatasan
aktif lesi. Metode ini baik digunakan ketika
lesi tidak bersisik atau ketika penggunaan pisau atau slide tidak praktis. 19 Dokter melakukan budaya harus mematuhi
peraturan CLIA ketat. Pertunjukan budaya memerlukan tingkat sertifikasi yang
mengharuskan pemeriksaan laboratorium.
·
Identifikasi
1)
Identifikasi
Klinis
·
Berdasarkan
bentukknya
a. Bentuk subungual distalis. Bentuk ini paling sering
ditemukan dan mulai berkembang pada stratum korneum hiponikium pada batas
distal lempeng kuku. Selanjutnya infeksi berjalan ke arah yang paling dekat
dengan alas kuku dan menyerang permukaan ventral lempeng kuku dengan perjalanan
kronik. Pada kuku dengan bagian distal tampak bercak putih atau kuning, diikuti
hiperkeratosis subungual dengan masa kuning keabuan yang menyebabkan permukaan
bebas kuku terangkat. Lesi meluas ke matriks kuku sehingga terjadi penebalan
regio subungual. Lebih lanjut dapat terjadi onikolisis.
b. Bentuk lateralis. Penyakit ini mulai dengan perubahan
bagian alur lateral kuku yang menjadi kuning. Lesi meluas ke bagian distal atau
proksimal kuku. Kemudian terjadi paronikia (peradangan jaringan sekitar kuku).
c. Leukonikia trikofita atau leukonikia mikotika.
Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan leukonikia atau keputihan di permukaan
kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan adanya elemen jamur. Biasanya
didapatkan pada kuku kaki, berupa bercak putih superfisialis dan berbatas
tegas.
d. Bentuk subungual proksimalis. Bentuk ini mulai dari
pangkal kuku bagian proksimal terutama menyerang kuku dan membentuk gambaran
klinis yang khas, yaitu terlihat kuku di bagian distal masih utuh, sedangkan
bagian proksimal rusak.
·
Berdasarkan tanda dan gejala yang
muncul
a.
Distal-lateral subungual
onychomycosis (DLSO)
Tipe DLSO merupakan onikomikosis yang paling sering
dijumpai. Penyebab DLSO tersering adalah dermatofita sehingga merupakan tipe
tinea unguium terbanyak yang ditemukan. Tipe ini tejadi karena adanya invasi
jamur pada hiponikium di bagian distal subungual dan meluas mencapai dasar kuku
(nail bed) melalui lipatan kuku lateral. Setelah invasi ke stratum korneum
terjadi penebalan kuku (ortokeratosis epitel dasar kuku) dan menyebabkan
elevasi tepi bebas kuku (lempeng kuku/nail plate) dari dasar kuku atau disebut
hiperkeratosis subungual. Selain itu juga dapat terjadi perubahan warna kuku
(diskromia) mengalami opasifikasi berwarna putih sampai kuning kecoklatan. Jika
infeksi terus berlanjut, kuku dapat terkikis dan mudah rusak (rapuh) dan dapat
terjadi kerusakan kuku total (distrofik). Pada tipe ini tidak ada rasa nyeri
walau kuku ditekan atau digerakkan dan sering disertai dengan tinea pedis.
b.
Proximal subungual
onychomycosis (PSO)
Tipe ini adalah bentuk onikomikosis yang jarang
terjadi dan disebabkan oleh T.rubrum. Sering dijumpai pada penderita
imunokompromais seperti penyakit jaringan ikat, penerima transplantasi organ
dan AIDS, biasanya mengenai satu atau dua kuku, sisi distal jarang terkena.
Secara patogenesis. jamur masuk melalui kutikel dan bagian depan lipatan kuku
atas kemudian menyebar ke matriks dan lempeng kuku proksimal. Apabila jamur
masuk ke matriks kuku lebih distal maka invasinya semakin dalam dan lebih ke
sisi depan lempeng kuku yang terkena, namun hal ini jarang terjadi. Pada
penderita AIDS semua lempeng kuku dapat terkena termasuk bagian dorsal dan
lateral lempeng kuku.
c.
Superficial white
onychomycosis (SWO)
Disebut juga leuconychia mycotica, biasanya disebabkan
oleh T. Mentagrophytes atau T.rubrum dan kadang-kadang dapat
disebabkan oleh Acremonium, Fusarium, Aspergillus terreus. Infeksi terjadi pada
permukaan lempeng kuku karena adanya enzim proteolitik spesifik yang dihasilkan
oleh jamur penyebabnya. Gambaran klinis lesi pada tipe ini adalah adanya bercak
putih berbatas jelas, sering mengenai kuku kaki namun pada penderita AIDS dapat
mengenai kuku tangan. Permukaan putih kuku dapat berubah menjadi kasar dan
konsistensi lempeng kuku menjadi lebih lunak dari sekitarnya sehingga mudah
dikerok.
2)
Identifikasi
Laboratorium
·
Pemeriksaan KOH 20% secara langsung
Fungsi KOH untuk melarutkan debris dan kuku sehingga
akan terlihat hifa bersekat atau pseudohifa
§ Siapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan
digunakan
§ Buat KOH 20%.
§ Bahan yang diambil adalah masa detritus dari bawah
kuku yang sudah rusak atau dari bahan kukunya sendiri, warna kuku bisa
kehitaman atau kekuningan .
§ Kerok dengan menggunakan skapel lalu letakkan pada
objek glass.
§ Tetesi dengan KOH 20% dengan pipet tetes yang
berfungsi agar hifa dan spora tidak lisis.
§ Tutup dengan cover glass.
§ Letakkan pada Petridis yang sudah terdapat kapas basah
§ Fiksasi terlebih dahulu jika perlu.
§ Amati pada mikroskop dengan perbesaran objektif 10x
dan 40x.
·
Histopatologi dengan pewarnaan Periodic acid schiff
(PAS)
Pemeriksaan ini paling sensitif, adanya Periodic acid
menyebabkan gugus-gugus hidroksil pada polisakarida kompleks dinding sel jamur
akan mengalami oksidasi menjadi aldehida dan bereaksi dengan reagen Schiff sehingga
jamur berwarna merah dan berbeda dari jaringan sekitarnya.
·
Kultur jamur
Menggunakan media Sabouaraud dextrose agar yang
ditambah sikloheksimid 0,5 gram/L dan kloramfenikol 0,05 gr/L supaya selektif
hanya untuk isolat dermatofita, selain itu dapat juga menggunakan potato
dextrose agar. Kultur diinkubasi pada suhu ruangan selama 4 minggu sebelum
akhirnya dinyatakan tidak tumbuh. Hasil kultur memberikan morfologi koloni dan
gambaran mikroskopis yang berbeda-beda sesuai jenis jamurnya.
E.
Cara Penularan
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung.
Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang mengandung
jamur baik dari manusia, binatang atau dari tanah. Penularan tak langsung dapat
melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang-barang atau pakaian, debu
atau air. Disamping cara penularan tersebut diatas, untuk timbulnya
kelainan-kelainan di kulit tergantung dari beberapa faktor :
·
Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini tergantung pada afinitas jamur itu, apakah jamur
Antropofilik, Zoofilik atau Geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jenis
jamur ini berbeda pula satu dengan yang lain dalam afinitas terhadap manusia
maupun bagian-bagian dari tubuh Misalnya : Trikofiton rubrum jarang menyerang
rambut, Epidermatofiton flokosum paling sering menyerang lipat pada bagian
dalam.
·
Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih susah untuk terserang jamur.
·
Faktor-suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak
pada lokalisasi atau lokal, di mana banyak keringat seperti lipat paha dan
sela-sela jari paling sering terserang penyakit jamur ini.
·
Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur di mana terlihat
insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah,
penyakit ini lebih sering ditemukan dibanding golongan sosial dan ekonomi yang
lebih baik.
·
Faktor umur dan jenis kelamin
Penyakit unguium kapitis lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan
orang dewasa, dan pada wanita lebih sering ditemukan infeksi jamur di sela-sela
jari dibanding pria dan hal ini banyak berhubungan dengan pekerjaan. Di samping
faktor-faktor tadi masih ada faktor-faktor lain seperti faktor perlindungan
tubuh (topi, sepatu dan sebagainya) , faktor transpirasi serta pemakaian
pakaian yang serba nilan, dapat mempermudah penyakit jamur ini.
F.
Pencegahan Dan Pengobatan
·
Pencegahan
Pencegahan
dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan sekitar.hindari
terlalu sering kontak langsung dengan air kotor.Bersihkan tangan dan kaki
dengan sabun setelah beraktifitas.
·
Pengobatan
Beberapa cara pengubatan topikal dapat digunakan:
1. Cara klasik menggunakan obat antidermatofit topikal
dan sedapat mungkin menghilangkan bagian yang rusak misalnya dengan pengikiran
atau kuretase kuku. Obat antidermatofit yang dapat dipakai antara lain golongan
azol, haloprogin, siklopiroksilamin, dan alilamin. Solusio glutaraldehid 10 %
dan krim tiabendazol 10 % dengan bebat oklusif juga dapat digunakan.
2. Avulsi (pengangkatan) kuku yang diikuti pemberian obat
antidermatofit topikal. Avulsi kuku dapat dilakukan dengan bedah skapel atau
bedah kimia, misalnya dengan menggunakan urea. Sediaan kombinasi urea 40 % dan
bifonazol yang terdapat di beberapa negara juga dapat dipakai untuk cara ini.
3. Obat topikal lain antara lain cat kuku berisi
siklopiroksolamin 5% dan cat kuku berisi amorofilin 5%.
Untuk pengobatan sistemik dapat dipakai:
1. Griseofulvin 0,5 – 1 gram/hari. Untuk infeksi kuku
tangan dibutuhkan pengobatan rata-rata 4-6 bulan, sedangkan untuk kuku kaki
8-18 bulan. Tetapi keberhasilan pengobatan ini rendah dan rekurensi tinggi.
2. Itrakonazol. Semula dianjurkan penggunaan dosis 200 mg
per hari selama 3 bulan pada infeksi kuku kaki. Akhir-akhir ini penggunaan
terapi pulse 400 mg per hari selama seminggu tiap bulan memberi hasil
baik dalam 3 bulan.
3. Terbinafin. Dosis 250 mg per hari selama 1,5 bulan
pada infeksi kuku tangan dan selama 3 bulan pada kuku kaki.
Kombinasi
pengobatan sistemik dan topikal dapat meningkatkan angka kesembuhan selain
mengurangi masa penggunaan obat sistemik, misalnya pada kombinasi griseofulvin
dengan amorolfin cat kuku serta kombinasi griseofulvin dengan solusio
tiokonazol.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.edwarmnur.com/2014/02/artikel-ilmiah-penyakit-tinea-unguium.html
Anonim, 1980, Trichophyton mentagrophytes,
Dermatosis in Wild Fox,
http://infokulitkelamin.blogspot.com/2013/07/kelainan-pada-kuku-tinea-unguium.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1174/1/fkg-trelia1.pdf
Tolong kirim proposal
BalasHapusTolong kirim proposal
BalasHapus